Halaman

Rabu, 17 Desember 2014

Lelaki Penyakitan Itu Menjadi Presiden Amerika Serikat



Banyak orang menyesali kekurangan yang dimilikinya sebagai alasan dari keterpurukannya. Ada hal tertentu yang memang tak bisa kita ubah. Misalnya tak bisa meminta kepada Tuhan untuk dikirim kembali ke dalam rahim orang lain agar mempunyai bentuk dan kekuatan fisik yang berbeda. Tentu tidak. Tetapi masa depan itu sesungguhnya menjadi tanggung jawab kita.
Kehidupan Presiden Theodore Roosevelt yang lahir New York City pada 1858. Ia anak kedua dari empat bersaudara. Enam generasi Roosevelts yang datang dari negeri Belanda ini mewakili berbagai penyakit degeneratif seperti rabun jauh dan alergi bronkial yang parah.
Sejak dilahirkan, TR, panggilan akrabnya, sudah mengalami serangan penyakit asma bronkial yang disebabkan pembengkakan selaput lendir dengan sekresi akut sehingga saluran pernapasannya terganggu. Rangsangan saraf, makanan tertentu, serbuk sari yang banyak beterbangan pada musim semi, atau gangguan emosional, dapat dengan mudah memicu serangan asma pada dirinya.
Episode tersebut terjadi selama masa kanak-kanak TR pada interval yang tinggi. Ia sering tiba-tiba terbangun dari tidur nyenyaknya dengan terengah-engah, sesak napas, dan wajahnya pucat kebiruan. Erangan-erangan halus sering menemani hari-harinya. Pasien kecil itu sering kelelahan dan tak bisa bernapas ketika berbaring. Kalau sudah tidur bunyi napasnya bisa berisik. Menurut catatan sejarah, TR kecil hanya menemukan kenyamanan tidur dalam pelukan ayahnya.
Asma yang diderita Roosevelt terus berlanjut bahkan kemudian disertai dengan diare. Ini menunjukkan bahwa saluran ususnya juga sensitif terhadap alergi.
Perjalanan Mengubah Nasib
Pada 1869, ayah TR melakukan perjalanan ke luar negeri, berharap perubahan iklim dapat mengurangi penderitaan kedua anaknya. Mereka mengunjungi Paris, Italia, Austria, dan Jerman yang memiliki tekanan udara lebih rendah dengan debu dan serbuk sari yang kadarnya jauh lebih aman. Lalu mereka mengunjungi Mesir dan Jerman. Di sana, TR dibawa ke sebuah spa untuk terapi.
Alergi pernapasan dan gangguan pencernaan yang dialami TR menghambat perkembangan fisiknya. Kesehariannya tampak pucat, kerempeng, kecil untuk anak seusianya dengan kaki kurus, mata biru, dan rambut berpasir. Giginya menonjol, ortodontik. Di kemudian hari, Roosevelt menyembunyikan bentuk giginya yang buruk itu di bawah kumis walrusnya.
Singkat cerita, TR kecil dikenal sebagai anak penyakitan yang prestasi sekolahnya bisa terganggu. Tetapi, nasihat hebat datang dari ayahnya saat ia berusia 11 tahun. Katanya, “TR, percuma saja engkau belajar keras kalau tubuhmu rapuh. Kendaraan pribadimu yang lemah itu tak akan pernah bisa membawamu ke masa depan yang engkau impikan lewat sekolah.”
Namun dibalik kelembutannya, ayah TR adalah seorang pria tegar yang mendorong anak-anaknya membangun tubuhnya dengan latihan yang sistematis. Ia membuat gymnasium pribadi di teras terbuka rumahnya. Di sana, di bawah instruktur khusus, TR dilatih dengan penuh kesabaran dari hari ke hari, tahun ke tahun. Mengangkat beban, push up, dan melatih kelenturan dengan palang sejajar. Bentuk dadanya yang sempit, perlahan-lahan berubah, menjadi berotot dan bidang.
Kelemahan lain datang kemudian: rabun jauh ekstrem. Itu pun agak terlabmbat diketahui karena TR tak pernah belajar di sekolah formal dengan melihat ke arah papan tulis. Maklum, karena fisiknya lemah, TR harus ikut home schooling dengan guru privat sehingga miopianya tidak diketahui orang tua. Jadi, pandangannya hanya dipakai untuk menulis dan membaca jarak dekat. Di kejauhan ia hanya bisa melihat garis samar-samar. Cata matanya pertama kali diketahui saat ia diajarkan ayahnya menembak pada usia 13 tahun. Ia sama sekali tidak bisa membidik sasaran jauh.
Dilengkapi dengan kacamata berlensa tebal, TR berlatih menembak sampai ia mahir. Ia pun terobsesi membangun keunggulan dalam permainan dan olahraga yang menyerukan kekuatan, ketahanan, dan keterampilan, seperti tinju, gulat, mendayung, berkuda, dan mendaki gunung. Ia juga menjadi petenis handal, bahkan judo, karate, dan renang. Nasihat ayahnya benar-benar merasuki jiwanya.
Berkat kerja kerasnya itu, ia diterima bersekolah di Harvard sebelum belajar hukum di Columbia Law School. Sementara di sekolah hukum, ia terpilih sebagai anggota Majelis Negara Bagian New York, komisaris di kepolisian kota New York, sebelum diangkat menjadi Asisten Sekretaris Angkatan Laut oleh Presiden McKinley. Bahkan kemudian ia bergabung dengan resimen kavaleri untuk bertarung dalam Perang Spanyol Amerika di Kuba dan mendapat gelar pahlawan nasional.
Belakangan, ia terpilih sebagai Gubernur New York State pada November 1898 dan tahun berikutnya terpilih sebagai calon wakil presiden pada konvensi Partai Republik di Philadelphia. Pada 4 Maret 1901, Roosevelt mengucapkan sumpah sebagai wakil presiden. Dan pada usia 42 tahun, ia disumpah sebagai Presiden Amerika Serikat termuda.
Theodore Roosevelt yang kendaraan pribadinya dulu begitu rapuh, kini terkenal dengan ucapannya, “Melesat seperti roket.” Selain sebagai negarawan, ia juga dikenal sebagai sejarawan, penjelajah, pemberani, dan aktivis lingkungan yang tak tertandingi. Para sejarawan menyebutkan, mungkin ia adalah negarawan yang paling berhasil dalam sejarah bangsa Amerika.
Jangan lupa, ia adalah Presiden Amerika yang membangun Terusan Panama dan dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian. Bayangkan, apa jadinya dunia hari ini kalau ayah TR hanya sibuk mengurus dirinya sendiri dan memanjakan anaknya yang lemah, menjadikannya passenger malas yang dibesarkan dalam keluarga serbaada? Bayangkan pula, kalau TR berperilaku manja dan menyesali kelahirannya. Kalau hal itu terjadi, sekadar menjadi passenger pun bisa hidup enak, hartanya pasti tak akan pernah habis hingga beberapa keturunan.

Dari buku “Self Driving” oleh Rhenald Kasali, halaman 4-7.

1 komentar: