Halaman

Sabtu, 17 Januari 2015

Review Film “PK”: Lebih Dari Sekadar Kritik Agama



Ada dua Tuhan, satu yaitu yang menciptakan kita semua, satu lagi diciptakan olehmu (manusia). Kita tak tahu apa-apa tentang Tuhan yang menciptakan kita. Tetapi Tuhan yang kamu (manusia) ciptakan persis seperti dirimu” – Peekay

Bagi saya, sebuah film yang bagus adalah film yang membuat saya berpikir melebihi tema film tersebut. Tidak masalah, apakah film tersebut berupa film animasi, film dengan bujet besar, tetapi film yang bukan hanya membawa cerita secara menarik namun juga membuat penonton yang berdiskusi tentang tema film beserta printilannya

Banyak yang membandingkan antara film India “3 Idiots” dengan “PK”. Bisa dimaklumi karena kedua film tersebut sama-sama dibintangi oleh Aamir Khan dan disutradarai oleh Rajkumar Hirani. Keduanya sukses menghibur dan juga sukses membuat penontonnya berpikir lebih dalam. Secara komersial, kedua film tersebut memberikan pendapatan yang dahsyat kepada pembuatnya. 

Alien, cinta, Tuhan hilang, persepsi, agama, bohong, salah sambung, serta pengkerdilan Tuhan merupakan kata kunci yang saya tangkap setelah selesai menonton film “PK”. Alur yang mengalir paralel kemudian disisipi alur mundur dibawakan secara menarik. Durasi film ini yaitu 2,5 jam. Namun tidak membuat saya melirik jam, karena memang tidak ada hal yang diulang-ulang dalam film ini. Teteup, ciri khas film India yaitu menyanyi dan menari oleh para pemainnya. Namun ciri khas saya rasa tidak mengganggu. Biasanya bila menonton film India, maka saya anggap hal itu waktu untuk istirahat sejenak, ngulet-uletke awak. Namun adegan menari dan menyanyi ditampilkan dengan sensasi humor yang pas. Tidak lebai lucunya.

Manusia itu lemah dan tidak mengetahui apa-apa. Kebanyakan orang yang menyembah Tuhan memiliki delusi bahwa ritus yang dilakukannya adalah pakem dan paling menyenangkan Tuhan. Sebenarnya tidak. Manusia melakukan serangkaian aktivitas rohani karena mengikuti pedoman dari patron yang mereka anggap dekat dengan Tuhan. Apabila rangkaian tersebut terbatas pada aktivitas mekanis saja tanpa pemaknaan di dalamnya, maka hal tersebut akan menjadi kosong.

Insting dasar manusia. Manusia memang lemah namun mereka juga memiliki insting bertahan untuk hidup. Insting bertahan hidup tersebut tertulis di dalam jiwa manusia. Insting tersebut berhubungan dengan harapan bahwa hari esok akan lebih baik dari hari ini. Biasanya, masalah ini “digoreng” secara baik oleh orang yang mengaku dekat dengan Tuhan. Harapan untuk lebih baik kadang dipangkas dengan sejumlah prasyarat. Hasrat untuk menguasai, memaksakan isi pikiran, serta menyeragamkan kehendak menjadi tenar ketika didukung oleh mayoritas. 

Cinta sebagai bahasa universal. Pada salah satu adegan, Peekay (Aamir Khan) mempertanyakan penggunaan patung dalam sembahyang agama Hindu. Manusia adalah makhluk yang menyukai simbol-simbol. Dengan simbol, manusia berkomunikasi di luar dirinya, baik itu kepada sesama manusia, maupun kepada Zat Yang Berkuasa. Celakanya, komunikasi itu menjadi kerdil dalam simbol yang dibuat. Seharusnya, simbol itu adalah bentuk penginderaan, tetapi semakin lama makna simbol tersebut kabur dan menjadi beku dan kaku. Tidak salah apabila Peekay menanyakan di mana letak baterai pada patung dewa, apa beda “keampuhan” patung seharga 20, 50, dan 200 rupee. 

Akhir cerita “PK” benar-benar di luar dugaan. Justru hal ini yang menjadikan menarik. Sedari awal, penonton telah digiring bahwa Peekay adalah alien atau dalam bahasa maknanya adalah bayi. Bayi tidak memilikilabel agama di tubuhnya. Bayi dalam perkembangannya akan sering bertanya pada segala hal. Dan bayi akan berbohong pertama kali pada orang yang dicintainya.

1 komentar: