Halaman

Minggu, 01 November 2015

Sejenak Dengan Balon Google

Kunjungan Menkominfo, Rudi Rudiantara, bersama tiga CEO operatir seluler di kantor pusat Google di California, San Fransisco, Amerika Serikat, menggaungkan ide menarik untuk diceritakan. Beliau beserta rombongan mengunjungi Google(x) dan melakukan kerjasama uji coba teknis (technical trial agreement) untuk proyek Google Loon.

Dari kiri ke kanan: Ririek Adriansyah, CEO Telkomsel; Dian Siswarini, CEO XL Axiata, Alexander Rusli, CEO Indosat; Mike Cassidy, VP Loon; Sergey Brin, Presiden Alphabet Inc. Di belakang mereka mengembang replika Google loon terbaru, Nighthawk, berukuran separuh dari ukuran asli.
Menurut pemerintah RI, proyek Google loon cocok  untuk dikembangkan sebagai salah satu jalur komunikasi bagi daerah yang sulit dijangkau. Berdasarkan pemikiran inilah, Menkominfo mengajak tiga operator seluler untuk mencoba teknologi tersebut.

Secara garis besar, proyek uji coba teknis akan dilaksanakan pada tahun 2016. Tentunya daerah yang akan menjadi target ujicoba berada di Indonesia Timur. Namun para CEO belum bisa menentukan lokasi secara tepat.

Berdasarkan catatan, proyek Google loon telah dilakukan pada lima negara, antara lain Selandia Baru, Australia, Amerika Serikat, Brasil, dan Srilanka. Tidak semua proyek tersebut berjalan dengan mulus, bahkan beberapa menimbulkan kerusakan instalasi sipil. Patut disyukuri tidak ada korban jiwa. Namun Google(x) tetap melanjutkan proyek masa depan ini.


Pekerja dari tim Google Loon memasang antena internet sedangkan siswa di Brasil memperhatikan mereka
Sebenarnya, apa dan bagaimana proyek Google loon ini? Mengapa pemerintah RI tertarik untuk menggunakan jasa dan mendatangkan peralatan ini? Serta, mengapa beliau mengajak operator telekomunikasi untuk bekerja sama B to B? saya akan mencoba merangkumnya dalam tulisan pendek ini.

Proyek Google loon adalah usaha Google untuk menyebarluaskan penetrasi internet menggunakan pemancar radio yang digantung pada balon. Balon yang digunakan berisi gas helium. Diameter balon sekitar 15 m. Balon tersebut akan terbang hingga pada lapisan stratosfer dan berada ketinggian sekitar 20 km dari atas permukaan laut. Ketinggian tersebut merupakan dua jarak yang mampu dicapai oleh pesawat komersial.

Pemancar radio yang digantungkan pada balon berisi beberapa sistem kerja. Peralatan tersebut meliputi antena radio, komputer, pengontrol ketinggian, dan panel surya. Antena radio berkomunikasi antara balon Google dengan server Google. Selain itu, antena radio juga memancarkan gelombang radio sesuai spektrum yang diinginkan. Pengontrol ketinggian berfungsi mengatur ketinggian. Ini berisi sensor-sensor yang mendeteksi arah angin, tekanan udara. Panel surya berfungsi menerima sinar matahari dan mengubahnya menjadi energi listrik. Energi listrik akan disimpan pada baterai dan digunakan sepanjang hari, baik siang maupun malam. Komputer merupakan otak dari sistem balon Google. Fungsi yang dilekatkan yaitu menerima sinyal dari sensor dan meneruskannya ke server Google, menerima perintah dari server Google dan meneruskannya ke pengontrol ketinggian, mengatur pemakaian energi listri dari baterai, memancarkan gelombang radio ke permukaan bumi sebagai fungsi utama balon Google.


Ilustrasi variasi ketinggian balon Google Loon untuk mendapatkan paparan sinar matahari. Ilustrasi ini menggambarkan balon apabila diterbangkan di daerah dengan perbedaan waktu siang dan malam yang jauh.
Pemasangan panel surya
Percobaan penerbangan balon Lark
Pada awalnya, balon Google akan menetap pada satu titik tetap di atmosfer dan mengikuti rotasi bumi. Namun ide tersebut ditolak. Kerugian ide tersebut adalah balon akan menghadapi angin stratosfer yang senantiasa berubah. Konsekuensinya peralatan yang digunakan akan semakin besar dan berat untuk melawan arah angin. Ide yang dipakai sekarang adalah balon Google bergerak bebas mengikuti arah angin. Diasumsikan bahwa lapisan stratosfer berisi beberapa lapisan yang memiliki aliran udara dengan arah dan kecepatan berbeda. Balon tinggal mengatur ketinggian dirinya sehingga berada pada area yang diliputi. Permasalahannya, apakah balon tersebut tetap berada pada rentang wilayah kerjanya?


Gambar diambil dari earth.nullschool.net, menggambarkan pola angin dan kecepatan angin pada lapisan stratosfer. (http://earth.nullschool.net/#current/wind/isobaric/70hPa/orthographic=-235.90,-7.38,512)
Google menerbangkan beberapa balon pada beberapa posisi berbeda. Ketika satu balon telah melenceng dari area kerjanya, maka ada balon lain yang menggantikan posisinya. Balon yang telah melenceng tersebut akan diatur ketinggiannya untuk mengikuti arah angin dan kembali pada area kerjanya. Google menginginkan agar balon pada wilayah di mana internet dibutuhkan bukan diinginkan.

Para arsitek balon Google membuat sistem komputerisasi yang mumpuni. Mumpuni berarti mampu mengolah data ramalan cuaca serta data dari sensor balon Google untuk dikomputasi menjadi perintah pada elektronik balon Google. Diharapkan balon Google tetap berada pada jalur dan area kerjanya.

Satu sistem lagi.

Menjelang masa kerja di stratosfer berakhir, sistem balon Google juga mengontrol pelepasan peralatan elektronik dengan balon Google di atasnya. Peralatan elektronik diatur untuk dilepaskan di area yang bisa dijangkau tim dan dipakai lagi di masa depan. Setelah peralatan elektronik lepas dari balon maka box elektronik akan mengeluarkan parasut sehingga ketika mencapai permukaan bumi memiliki kecepatan yang aman untuk manusia. Balon Google yang masih berada di atas akan perlahan memiliki berat jenis dengan udara di permukaan. Ketika sampai di atas tanah, bahan balon diharapkan bisa di-recycle oleh alam.

Balon vs Satelit
Bila ada pertanyaan, mengapa memakai balon sedangkan ada satelit di atasnya, melingkupi area kerja lebih luas, maka beberapa hal inilah yang sempat terpikirkan.

Balon Google berada pada ketinggian stratosfer sedangkan satelit berada pada ketinggian minimal 320 km. Contohnya, satelit LAPAN A2 yang diluncurkan September 2015 berada pada ketinggian 650 km. Untuk mencapai pada ketinggian orbit satelit, dibutuhkan teknologi untuk pembuatan, pengorbitan, dan pemeliharaan. Hal ini adalah kendala yang utama untuk satelit sebagai komunikasi.

Ruang lingkup satelit lebih luas daripada balon. Namun agar satelit tetap pada posisi relatif dengan titik di bumi, orbit satelit perlu sinkronisasi dengan rotasi bumi. Balon yang berada pada lapisan atmosfer, masih terpengaruh kuat gaya gravitasi bumi. Pengaturan balon hanya menyesuaikan aliran angin pada lapisan stratosfer.

Kecepatan akses pada satelit mengalami latensi data cukup lama dibandingkan pada balon. Selain latensi, lebar pita satelit dipakai secara keroyokan untuk lingkup kerja yang luas. Hal ini berpengaruh pada kecepatan akses pada receiver di bumi.

Satelit relatif tidak terpengaruh oleh cuaca di bumi. Sedangkan balon peka terhadap perubahan cuaca. Namun demikian, satelit juga tidak bebas ancaman dari eksternal. Adanya hujan meteor juga mengancam keberadaan satelit. Selain itu, badai matahari terkadang mampu merubah posisi orbital satelit.
Seperti pepatah Cina, jangan menaruh seluruh telur dalam satu karung, maka keberadaan balon tidak menggantikan satelit sebagai alat komunikasi di Indonesia, vice versa. Mereka akan saling membantu dan komplemen untuk menjadi jaringan komunikasi.

Balonet
Balonet merupakan cara Google loon untuk mengatur ketinggian mengikuti perbedaan aliran angin. Balonet merupakan balon kecil di dalam balon besar.

Balon bernama Hawk berukuran panjang 141 ft atau setara 43 meter. bentuk memanjang ini memungkinkan adanya balonet di dalam balon besar. balonet akan memudahkan Google loon dalam bermanuver di stratosfer
Balon besar berisi gas helium. Sedangkan balonet berisi udara bebas dari luar yang dipompa ke dalam balonet. Secara berat jenis, balonet lebih berat daripada balon besar. Sehingga ketika Google loon hendak terbang lebih tinggi maka udara di dalam balonet dipompa keluar. Apabila Google loon hendak turun maka udara bebas dipompa ke dalam balonet.

Sebenarnya bisa saja balonet berada di luar balon besar. Namun keuntungan balonet di dalam balon besar adalah perbedaan tekanan semakin kecil untuk balonet. Bila ada kejadian balonet meledak, maka udara di dalam balonet akan tercampur dengan balon besar. Hal ini akan mengurangi kegagalan dalam Google loon.

Kenapa Google Membuat Google Loon?
Hal yang wajar apabila sebuah perusahaan memiliki riset dan mengimplementasikannya dalam produk mereka. Google menghasilkan uang dengan menjual jasa mereka melalui internet. Semakin banyak orang terhubung dengan internet, maka semakin banyak kemungkinan orang untuk memakai jasa Google. Produk Google seperti Android, Gmail, Apps, Docs, Youtube akan semakin banyak diakses orang apabila masyarakat pada daerah remote area mampu terhubung oleh jaringan internet.

Google loon adalah cara Google untuk mencapai negara berkembang. Ini merupakan rencana jangka panjang. Mungkin saja uang yang mengalir untuk Google baru akan dirasakan 5-10 tahun mendatang dari proyek ini. Namun untuk jangka pendek, Google loon akan menaikkan persepsi kemanusiaan pada konsumen yang telah ada kepada Google.

Peningkatan konektivitas pengguna akan meningkatkan distribusi sumber daya dan mengurangi ketidakseimbangan informasi. Muara dari arus komunikasi dan informasi adalah meningkatnya standar hidup individu dan ini juga menaikkan untuk masyarakat.

Peningkatan standar hidup akan terefleksikan pada perubahan gaya hidup juga kepedulian terhadap suatu produk. Dengan melakukan kontrol pada akses internet, secara potensial Google mampu mengontrol individu pengakses internet agar terekspos dengan produk Google. Biasanya, masyarakat pada negara berkembang, sesuatu yang baru dan alternatif dari arus utama akan menjadi pembicaraan dan berpeluang untuk menjadi arus utama baru. Produk Google akan menjadi gaya hidup mereka, memberi layanan bagi pemakai internet baru, serta berpeluang menjadi hal yang utama di hidup mereka, selain aktivitas nyata.

Keuntungan jangka pendek bagi Google saya pikir masih terlalu kecil untuk mereka dapatkan. Mungkin dengan proyek seperti dengan operator seluler Indonesia, mereka akan mendapat uang. Namun masih terlalu kecil. Sebenarnya, keuntungan nyata yaitu adanya penetrasi smartphone pada daerah terpencil. Keberadaan ini akan meningkatkan pembiayaan mikro terhadap belanja smartphone daripada basic cellphone. Adanya smartphone akan meningkatkan pengguna, utamanya android. Hal ini tentu menjadi fokus bagi Google.

Ketika asimetris informasi telah terkikis dengan peningkatan konektivitas pengguna, maka pengguna akan menghabiskan uang pada apps android, mengeklik produk pada Google search, penggunaan Gmail. Hal ini yang sebenarnya menjad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar